TASLAB NEWS, KISARAN- Sebanyak 1.170 pasangan suami istri di Kabupaten Asahan dan Batubara bercerai pada tahun lalu. Angka ini sesuai data di Pengadilan Negeri Agama (PA) Kisaran.
Namun, bila dibandingkan kurun waktu tiga tahun terakhir (2015 – 2017), angka itu naik rata-rata sebesar 13 persen per tahun.
Panitera PA Kisaran Alpun Khair kepada warawan di kantornya, Selasa (22/1) mengatakan, dari fakta di persidangan, persoalan ekonomi dan narkoba mendominasi terjadinya perceraian. Kemudian, persoalan kekerasan dalam rumah tangga.
"Kalau dirata-ratakan, kenaikan jumlah perceraian sebanyak 13 persen per tahun. Dari fakta persidangan, perceraian akibat persoalan ekonomi. Itu yang utama," ujarnya.
Dari data yang diperoleh, PA Kisaran telah memvonis cerai pasutri sebanyak 838 kasus pada 2015. Jumlah itu naik sebanyak 277 kasus menjadi 1.115 kasus pada 2016.
Sedangkan pada 2017, jumlah gugatan perceraian yang dikabulkan sebanyak 1.170 kasus.
Alpun menjelaskan, persoalan ekonomi muncul seperti suami yang tidak memiliki pekerjaan tetap, berpenghasilan rendah serta tidak rutin. Kemudian, akibat suami tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga, hingga yang paling dasar terhadap kebutuhan keluarga.
"Misalnya, tidak memiliki kecukupan ekonomi untuk makan, tempat tinggal dan kesehatan. Kasus perceraian seperti ini biasanya banyak dialami oleh pasutri ekonomi lemah," katanya.
Selain persoalan ekonomi, perceraian juga disebabkan ketidakharmonisan hubungan pasutri karena perselingkuhan. Perselingkuhan, terjadi dengan alasan penuaan. Dimana kondisi suami atau istri yang merasa tidak puas dengan pasangannya.
"Ada juga perceraian diakibatkan campur tangan orang tua," kata Alpun.
Menurutnya, pihaknya selalu berupaya memediasi sebelum mengabulkan gugatan cerai. Namun penggugat tetap bersikukuh memilih bercerai karena mereka merasa sudah tidak memiliki kecocokan lagi dengan pasangan masing-masing. (dhan/syaf)